Minggu, 30 Oktober 2011

Dahon Roo D7, Curve D3, dan Vitesse P18

Perkenalan saya dengan sepeda lipat berawal tahun 2008. Saat itu pemakai sepeda lipat khususnya di Jogja masih sangat jarang.  Toko sepeda yang menujalnya pun masih stau dua tempat saja. Kalaupun ada paling sebatas toko-toko yang memang cukup besar seperti toko sepeda yang ada di Malioboro dan Gondomanan.  Seiring semakin populernya sepeda, virus sepeda lipat juga semakin mewabah. Terutama setelah salah satu pabrik sepeda merk lokal mulai membuat sepeda lipat. Sepeda lipat produk China juga semakin banyak dipasaran. 

Saat ini sepeda lipat semakin popular. Tidak hanya di perkotaan saja tetapi juga di daerah pedesaan. Beberapa kali saya bertemu dengan pemakai sepeda lipat ketika melintas di desa-desa. Memang saat ini banyak merk sepeda lipat beredar di pasaran dengan harga yang bervariasi.  Jadi tinggal menyesuaikan dengan kemampuan kantong saja kalau mau membeli karena banyak pilihan.
Sejak awal saya adalah pengguna sepeda lipat merk Dahon. Awalnya saya tidak tahu menahu tentang sepeda lipat. Hanya karena kebetulan saja melihat sepeda ini di deretan sepeda yang dipajang di suatu toko sepeda.
Sepeda lipat pertama yang saya miliki adalah Dahoon seri Roo D7 warna putih. Seri ini saya pilih karena paling murah di antara seri lain yang ada di toko sepeda.  Rupanya satu sepeda dirasa tidak cukup, karena ada istri yang mulai kecanduan bersepeda juga. Kemudian satu sepeda lipat dahon kembali diboyong dengan seri Curve D3.  Acara bersepeda semakin seri karena istri bisa ikutan.  Apalagi ditambah seorang anak yang masih balita turut menyertai kegiatan kami bersepeda.  Suatu hari ada kejutan yang aku dapatkan dari istri tercinta. Saat menjemputnya di pool Bus ternyata sambil senyum-senyum dia sudah meneteng sepeda lipat. Lagi-lagi Dahoon dengan seri Vitesse P18. Tentu saja itu sebuah kejuatan yang mebuat saya terkejut sekejut-kejutnya karena seri itu adalah seri yang aku impikan.
Pengalaman nggowes ketiga seri sepeda produk Dahon akan coba saya share dalam tulisan ini.
Mengapa memilih Dahon, kok nggak merek lain? Mungkin ini yang namanya jatuh cinta karena pandangan pertama. Sejak pertama kali melihat Dahoon rasanya tidak bisa ke lain hati.  Menurut saya Dahon memiliki beberapa kelebihan yang memenuhi apa yang saya inginkan. Dibandingkan dengan merk lain bentuk dahon tampak lebih manis dan terkesan kokoh. Makanya tidak heran kalau banyak seri produk Dahon ditiru oleh sepeda Merk China. Selain bentuknya, Dahon juga paling rapi dan kompak ketika dilipat. Tentu saja ini sangat dibutuhkan karena saya memadukan dengan alat transportasi lainnya. Memang ada merk lain yang lebih kompak dan ringkas ketika dilipat, namun harganya terlalu mahal bagi ukuran kantong saya. Dan bentuknya juga kurang manis.
Sepeda pertama saya Dahon Roo D7 warna putih. Menurut saya termasuk sepeda yang cukup tanguh. Dengan ukuran roda 20” cukup nyaman untuk melintasi jalan yang tidak terlalu bagus.  Bentuk frame yang melengkung memberi kesan cantik. Kalau dibandingkan dengan motor mungkin bisa disamakan dengan motor bebek.  Cocok dipakai berbagai keadaan.  Dengan 7 Speed rasanya sudah cukup untuk melintas di jalan yang naik turun. Jarak antara setang dan roda cukup nyaman dan handlingnya cukup stabil dan nyaman. Ketika saya tambahkan boncengan untuk anak,  Roo D7 masih cukup nyaman. Tapi dengan usia anak dan berat badan yang mendekati 18 kg kesetabilan semakin berkurang. Karena titik berat menjadi bergeser ke belakang sehingga bahaya jika berada di tanjakan. (bahasa jawanya rawan njomplang) Tetapi saya rasa masih cukup nyaman  dan aman untuk memboncengkan beban kurang dari 15 kg.

Sepeda yang kedua adalah Curve D3. Sebetulnya ini adalah sepeda milik istri. Karena warnanya pink dan bermotif bunga-bunga saya merasa kurang nyaman memakainya. Lha tampang kumisan dan brewokan kok naik sepeda Pink imut-imut.  Namun begitu sesekali juga saya memakai sepeda ini.
Curve D3 bentuk framenya cukup unik dan simple. Sesuai namanya bentuknya memang seperti kurva melengkung, seperti busur panah. Dengan ukuran ban 16” Curve D3  menjadi ringkas cocok ketika harus masuk bus angkutan umum. Diameter ban yang kecil memudahkan untuk naik turun bus, dan tidak memakan tempat bagi penumpang lain. meskipun diameter rodanya kecil namun masih cukup nyaman melintas di jalan yang jelek dan berlubang. Ban type gembrot dari Schwalbe cukup mumpuni meredam getaran di jalan yang berlubang. Bahkan lebih terasa empuk dibanding Roo D7 dengan ban bawaan merk Kenda. Curve D3 hanya memiliki 3 speed dengan sistem internal gear. Makanya tampak lebih simple dan rapi karena tidak menggunakan RD (Rear Derailleur). Dengan hanya dilengkapi 3 tingkat kecepatan Dahon seri ini memang lebih cocok untuk menjelajahi jalan-jalan yang relatif datar.  Mungkin akan banyak ndorongnya kalau dipakai untuk naik ke kaliurang atau Pathuk.
Ketika baru seminggu nggenjot Vitesse P18 terasa ada yang aneh karena terdengar suara “kriye…kriyek dari bagian roda belakang.  Berulang kali ban belakang coba saya bongkar sendiri maupun ke servis centernya namun masih saja terdengar.  Tapi akhirnya ketemu, masalahnya adalah jari-jari roda belakang yang kendor sehingga saling bergesekan satu dengan yang lain dan meimbulkan suara. Setelah disetel ulaang, akhirnya penyakitnya hilang.
Vitesse P18 didesain untuk road bike. Sesuai dengan serinya sepeda ini memiliki 18 tingkat kecepatan dengan mengkombinasikan 9 tingkat gir belakang, dan 3 tingkat gir depan.  Rentang yang cukup leluasa untuk melintasi kondisi jalan yang naik turun. Dengan ukuran roda 20" dibalut ban type slick berukuran kecil menjadikan ringan di jalan aspal karena gesekan dapat dikurangi. Hanya saja akan cukup merepotkan ketika melintas di jalan yang buruk.
Riding position sangat nyaman untuk ukuran tubuh saya yang tingginya 173 cm.  frame yang berbentuk lurus memberikan kesan kokoh dan macho. Disbandingkan dengan dua seri yang saya punya  Vitesse P18 terasa paling nyaman dan memenuhi hasrat saya yang suka ngebut. Hanya saja seri ini tidak dilengkapi dengan fender jadi bakalan merepotkan jika melintasi jalan becek atau hujan.  Bagasi juga tidak ada jadi susah kalau untuk bawa barang/bekal sepedaan. Laptop untuk kerja di kantor atau kamera harus digendong di punggung. Tentu saja pundak jadi pegal dan keringat di punggung. Tapi Akhirnya bisa diatasi dengan membuat dudukan dari karabin untuk mengantungkan tas panier di stang.  Pundak tidak pegal, punggung tidak keringatan. Jadi bisa ngebut tanpa beban di punggung…[gg]

3 komentar:

  1. sepeda Dahon Vitesse P18, beli di toko apa? alamatnya dmn? dan harga brp?

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. dapat di Rodalink Jogja. tapi sepertinya sekarang RL lebih banyak merk Tren, dahun sudah berkurang stocknya

    BalasHapus